https://pawitngafani167.blogspot.com/2023/03/persiapan-soal-osn-osp-dan-osk_16.html

Pentingnya Doa dalam Sholat

Kearifan Lokal di Wonosobo

          Banyak kearifan lokal yang ada di wonosobo, tetapi beberapa hanya menjadi sebuah adat istiadat setempat dan tidak diketahui oleh masyarakat umum hanya masyarakat tertentu saja. Beberapa kearifan lokal yang diketahui diantaranya:

A. Ruwatan Cukur Rambut Gimbal


          Prosesi Upacara/Ruwatan Cukur Rambut Gembel /Gimbal Secara unik, Banyak anak-anak di Dataran Tinggi Dieng yang memiliki rambut gembel atau gimbal. Fenomena ini dihubungkan dengan hal - hal spiritual. Masyarakat dataran tinggi dieng beranggapan rabut gembel atau gimbal tidak dapat dihilangkan begitu saja karena seorang anak yang berambutgembel merupakan keturunan leluhur atau pepunden Dieng, versi lain menyebutkan rambut gembel dianggap sebagai "Balak" atau bisa membawa musibah. Rambut Gimbal atau Gembel adalah sebuah rambut yang tumbuh lebih dari sehelai dengan bentuk menggumpal mirip seperti rambut dikalangan misisi reggae.
           Ciri-cirinya seorang anak yang akantumbuh rambut gembel atau gimbal biasanya disertai demam yang tinggi. Sampai dengan saat ini keberadaan rambut gembel di Dataran Tinggi Dieng masih menjadi misteri dan belum ada penelitian
medis mengenai fenomena tersebut. Tradisi masyarakat Dataran Tinggi Dieng mengharuskan seorang anak yang berambut gembel diatas umur 7 tahun harus melakukan ruwatan cukur gembel. Tujuanya agar"Balak" yang ditimbulkannya sirna. Upacara / Ruwatan Cukur Rambut Gembel atau Gimbal akan dilangsungkan setelah Si anak mengajukan permintaan kepada orang tuanya, biasanya permintaan ini sulit untuk dipenuhi.
            Menurut kepercayaan Masyarakat Dataran Tinggi Dieng permintaan
tersebut harus dipenuhi karena bila tidak si anak akan sakit-sakitan bahkan bisa berujung pada musibah. Ruwatan Cukur Rambut Gembel atau Gimbal bertujuan untuk menghilangkan rambut gembel agar si anak memiliki rambut yang normal, selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan kesehatan. Untuk melakukan ruwatan Cukur Rambut Gembel atau Gimbal tokoh spiritual harus memandikan anak tersebut dengan menggunakan air kramat di kawasan Dataran Tinggi Dieng seperti di Goa Sumur. Prosesi ruwatan cukur rambut gembel atau gimbal dilengkapi dengan sesajen berupa tumpeng putih dengan dihiasi buah-buah yang ditancapkan, jajanan pasar, 15 jenis minuman dan permintaan Si anak. Setelah memanjatkan doa, tokoh spiritual mengasapi kepala Si anak dengan kemenyan barulah memotong rambut gembel tersebut dengan sebelumnya memasukkan cincin yang dianggap magis ke tiap helai rambut gembel lalu mencukurnya satu-satu. Rambut yang telah dicukur lalu dibungkus dengan kain putih lalu kemudian dilarung di Telaga Warna Dieng atauke sungai. Sampai dengan sekarang Ruwatan Cukur Rambut Gembel atau Gimbal mampu menjadi daya tarik sektor Pariwisata Dataran Tinggi Dieng.

B. Carica Dieng

          Carica Dieng merupakan family dari caria papayayang kita kenal buahnya
enak dimakan bila sudah masak, bijinya berwarna hitam dan tidak enak dimakan (pahit). Jenis Carica Dieng ini walaupun sama pohonnya, daunnya agak lebih tebal, buahnya lebih kecil dan kalau masak warnanya kekuning-kuningan serta beraroma wangi (khas). Apabila akan dimakan langsung, bukan buahnya, melainkan bijinya yang berwarna putih dan rasanya asam manis dengan aroma khas, yang tak terdapat pada buah lain. Daging buahnya sangat enak bila dibuat
manisan.
          Carica sekarang diproduksi secara home industry, dikemas dalam botol dan
terkenal dengan nama “Carica Dieng”. Tanaman ini memerlukan ketinggian antara 1800-2200 mdpl untuk mendapatkan kualitas buah yang baik. Jenis ini berasal dari Amerika Latin, ditanam/dikembangkan di Dieng oleh orang Belanda
(Ir.Krammers) sekitar tahun 1900. Tanaman ini, seperti halnya Purwaceng, belum
dibudidayakan secara maksimal dan hanya merupakan tanaman selingan di ladang petani.

C. Tari Lengger


  Lengger adalah sebuah kesenian/tari yang berasal dari daerah banyumasan. Pada awalnya kesenian lengger diciptakan sebagai sebuah tarian ritual yang berfungsi sebagai sarana tolak bala dan media ruwatan. Kesenian Lengger sudah ada sejak dulu dan pernah di gunakan oleh Sunan Kalijogo untuk menarik para pemuda agar rajin ke Masjid. Kesenian Lengger merupakan kesenian tradisional kerakyatan yang mewarnai kehidupan masyarakat Dataran Tinggi Dieng, kesenian ini bermanfaat bagi kehidupan masyarakat seperti bersih desa, sebagai pelengkap upacara hari besar, sebagai hiburan dan juga media pendidikan.
        Menurut Wadiyo, 2006 : 141, Sebuah karya seni diciptakan manusia sebagai bentuk ekspresi budaya dan merupakan ungkapan sosialnya, sehingga karya seni diciptakan oleh manusia tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri sendiri tetapi juga untuk kebutuhan orang lain. Seorang penari lengger dituntut harus mampu menari dan bernyanyi, dengan memainkan gerakan secara lincah dan dinamis hal ini merupakan ciri khas identitas daerah, bahkan menjadi nilai-nilai budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat.
         Keberadaan kesenian lengger di Dieng dan berbagai daerah seperti di telan zaman, yang kian lama semakin surut. Jika tinjau kembali daya minat masyarakat semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh gejala-gejala moderenisasi. Salah satu contoh, masyarakat lebih senang dengan hiburan sesui dengan zamanya. Upaya untuk melestarikan kesenian/tari lengger perlu digalakkan, apalagi Dieng merupakan daerah wisata, dimana sektor wisata tak dapat lepas dari seni budaya yang ada. Bahkan keberadaan kesenian lengger dapat menjadi nilai lebih di kawasan wisata Dieng. Kedepanya perlu dipikirkan agar generasi penerus kesenian lengger tetap eksis dalam menghadapi perkembangan zaman.

D. Mie Ongklok

          Mie Ongklok adalah hidangan mie kuah yang khas dari Wonosobo, Jawa
Tengah. Mie Ongklok ini terbuat dari mie yang di rebus bersama dengan sayuran
kemudian di siram dengan kuah kental dengan bumbu khusus yang sering di sebut “loh”, sehingga memiliki cita rasa yang khas pada Mie Ongklok ini. Mie Ongklok ini sangat terkenal, sehingga menjadi salah satu makanan tradisionla khas dari Wonosobo, Jawa Tengah. Mie ini disebut Mie Ongklok karena menggunakan “Ongklok” dalam proses pembuatannya. Ongklok merupakan alat berbentuk keranjang kecil terbuat dari anyaman bambu yang di gunakan untuk merebus mie tersebut. 
        Dalam proses pembuatannya,mie, sayur kol, dan potongan kucaidi masukan ke dalam ongklok. Kemudian di celup–celup secara berulang–ulang kedalam air mendidih hingga matang. Setelah matangkemudian disajikan ke dalam mangkuk dan disiram kuah kental yang di buat dengan bumbu khusus. Dalam penyajiannya, biasanya Mie Ongklok ini sering di sajikan bersamasate sapi, tempe kemul, dan keripik tahu. Untuk menambah rasa, kita bisa menambahkan bawang goreng dan kecap. Namun bagi anda yang menyukai makanan pedas, anda bisa menambahkan sambal atau merica bubuk. Rasa Mie Ongklok ini sangat unik, rasa bumbu dan campuran ebi pada kuah Mie Ongklok ini sangat khas. Selain itu saat dipadukan dengan sate sapi akan menambah kelezatan tersendiri pada Mie Ongklok ini.

Komentar